Zuraisa
Zuraisa merupakan seniman visual asal Bandung yang kini berdomisili di Yogyakarta. Ia merupakan lulusan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. dan Kajian Budaya dan Sejarah Agama Islam di Freie Universität, Berlin. Latar belakang Zuraisa yang mendalam tentang tradisi dan agama mempengaruhi karya-karyanya yang sering menyoroti peran perempuan dalam masyarakat, konflik antara tradisi dan modernitas, serta kritik terhadap struktur sosial dan keagamaan. Beberapa pameran terbarunya meliputi "Maymorable" bersama MERAMU di Sinarmas Land, Jakarta, "Salon et Cetera" bersama Ace House Collective di Yogyakarta, dan "Flawsome" bersama MERAMU di Orange Grooves, PIK 2, Jakarta. Zuraisa juga berpartisipasi dalam pameran "Setempat" di Asana Bina Seni 2023 yang diselenggarakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta, serta residensi Nandur Srawung X di Bulu Rejo, Kulon Progo.
Karya ini membicarakan proses tumbuhan liar yang menjadi bukti dari proses resiliensi warga Cikaramat, Jawa Barat. Di beberapa ubin perupa asal Bandung, Zuraisa, memberi gambaran tumbuhan liar tersebut secara harfiah. Kemudian, di sebagian ubin yang lain ia menggambarkan penyintas peristiwa Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI TII) 1962, yaitu Mak Iti. Zuraisa menggambarkan sosok tersebut sebagai simbol kekuatan penyintas dari perang sipil yang pernah terjadi di Cikaramat.
Apa yang membuat kamu pertama kali tertarik dengan dunia seni rupa?
Sejak usia 13 tahun saya menghabiskan masa sekolah SMP dan SMA di pondok pesantren. Tiap tahunnya kami mengadakan acara kesenian seperti pentas kesenian untuk kakak tingkat kelas akhir. Berawal dari melihat dekorasi yang mereka buat untuk panggung, saya sangat terpukau dengan keindahan seni dekoratif dengan warna-warna yang mencolok.
Kemudian dari situ ketertarikan saya terhadap kesenian terjadi secara organik. Setelah menempuh puluhan tahun pendidikan formal, saya akhirnya bertemu dengan kelas-kelas alternatif yang banyak terjadi di lingkungan kesenian. Saya gemar sekali belajar dan bertemu dengan pekerja kesenian yang menurut saya memiliki cara berpikir yang kritis dan tajam. Saya sadari bahwa, saya ingin memiliki lingkar pertemanan yang cerdas dan saya melihat kesempatan itu dapat saya temui di bidang kesenian.
Setelah menyelesaikan studi seni rupa di ISI Yogyakarta, bulan Maret tahun 2024. Saya juga menyadari bahwa menjadi seniman adalah hal yang ingin saya tekuni lebih jauh. Proses pembuatan karya saya juga melalui proses belajar, mengamati yang pada akhirnya menghasilkan karya visual yang menyenangkan untuk saya.
Siapa atau apa yang paling memengaruhi perjalanan seni kamu?
Saya tidak memiliki figur spesifik yang memengaruhi perjalanan seni saya, karena secara proses, ketertarikan saya juga terjadi secara natural bukan karena penokohan. Tetapi untuk saat ini ada hal yang sangat mempengaruhi perjalanan berkesenian saya, yaitu menjadikan proses berkarya juga sebagai proses pembelajaran. Saya sangat senang dengan proses mencoba untuk pertama kalinya, entah secara teori ataupun praktek.
Bagaimana kamu menggambarkan identitas artistik kamu?
Ramban, adalah kata yang saya gunakan untuk menggambar identitas artistik saya. Meramban artinya adalah mengambil daun muda yang liar untuk dijadikan bahan makanan hewan ternak.
Proses ini sama seperti cara saya membuat karya seni, dengan mempelajari semua hal yang "liar" dan "dil uar" saya, saya olah menjadi sebuah hasil karya visual.
Menurut kamu, apa peran seni dalam masyarakat?
Peran seni dalam masyarakat modern ada di mana saja, mulai dari hal kecil seperti interface sosial media hingga kegiatan sehari-hari yang membentuk kebudayaan modern. Seni berperan sebagai komoditas masyarakat dalam banyak hal.
Yang semakin saya sadari sekarang adalah, bahwa seni dapat menjadi bagian pergerakan akar rumput di banyak isu sosial dan lainnya.
Adakah tema-tema tertentu yang sering muncul dalam karya kamu? Mengapa tema tersebut penting?
Saya banyak mengambil sudut pandang perempuan dalam melihat suatu masalah. Berangkat dari diri saya sendiri sebagai perempuan dan seorang muslim di Indonesia, saya sering sekali mengaitkan isu agama dan gender dalam karya visual yang saya buat.
Bagaimana kamu melihat relasi antara seni dan komunitas?
Perjalanan berkesenian saya dimulai di Yogyakarta, di mana di sana banyak sekali komunitas yang berkembang dimulai dari teman sejawat hingga komunitas seni yang spesifik membicarakan satu isu. Relasi anatara seni dan komunitas tentu saja sangatlah erat karena menurut saya, kami berjejaring dengan kegiatan bersama yang seringnya diadakan oleh ruang komunitas di Yogyakarta. Komunitas ini juga akhirnya akan menjadi kaki pergerakan dan juga perserikatan pekerja seni secara tidak langsung.
Proyek seni paling menarik apa yang pernah kamu ikuti/ kerjakan? (Bisa dalam berbagai aspek: topik, tantangan, dampak, dll)
Saya sangat menyukai program-program yang diadakan untuk seniman pendatang baru. Saya adalah alumni peserta Asana Bina Seni tahun 2023. Yang sangat berkesan untuk saya adalah, banyak sekali kelas bersama seniman senior yang saya ikuti yang memberikan saya banyak sekali referensi mengenai konsep maupun tehnik berkarya.
Apa motivasi kamu mengikuti program Baku Konek?
Saya melihat besarnya peluang saya untuk belajar di program Baku Konek, yang mana sudah saya jalani dan benar adanya. Pada prgram ini, saya belajar membuat tungku keramik secara mandiri. Ini adalah pertama kalinya saya mengerjakan keramik secara mandiri mlai dari tanah yang saya gunakan hingga tungku dan juga semua proses pembakaran dan presentasi hasil akhir.
Isu atau tema apa yang menjadi fokus karya kamu di program Baku Konek ini? Mengapa tema tersebut menurut kamu penting?
Bertemu dengan Abah Apid menyadarkan saya bagaimana resiliensi warga Cikaramat dalam mengolah hasil bumi yang ada di tanah mereka. Sebagian besar tanah yang mereka olah menjadi pekebunan sayur, ada banyak sekali di sekelilingnya dibiarkan liar. Dari tanah tersebut tumbuh tumbuhan "liar", atau liar dalam pengetahuan saya yang sangat minim mengenai vegetasi secara keseluruhan.
Abah Apid mengajak saya untuk memetik tumbuhan-tumbuhan ini untuk nantinya kami jadikan teh khas Cikarmat yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan kita. Tanaman-tanaman ini saya rekam di ubin yang saya buat dari tanah Cikaramat.
Selain itu, saya juga mencoba merekam kegiatan dan budaya warga Cikaramat dalam ubin yang saya buat.
Apa harapan kamu dengan mengikuti program Baku Konek ini?
Harapan terbesar saya adalah, saya ingin pengetahuan mengenai riset yang saya dapatkan di Cikaramat dapat saya kembangkan dan salurkan kembali untuk kemaslahatan warga Cikaramat.
Apakah ada proyek, teknik, atau media seni baru yang ingin kamu eksplorasi saat program residensi ini?
Saya ingin belajar menganyam dengan Ibu-ibu di Cikaramat, meskipun keinginan saya ini belum terpenuhi, saya berharap dapat kembali lagi untuk belajar lebih jauh mengenai anyam di Cikaramat.
Apakah ada tantangan pribadi yang dirasakan selama menjalani residensi?
Saya sempat kesusahan mengenai sejauh apa riset yang perlu saya lakukan untuk pembuatan karya saya, tetapi saya mendapatkan banyak sekali dukungan dan bantuan dari Kolaborator Rumah Cikaramat sehingga kendala yang saya temui sangatlah minim.
Adakah proyek seni, ambisi, atau pencapaian jangka panjang yang ingin kamu raih?
Saya berharap, saya dapat mengadakan kelas-kelas mengolah tanah menjadi keramik dengan warga Cikaramat kedepannya. Saya juga berharap, dapat bertemu dan berbagi proses saya mengenai hasil karya saya di ruang-ruang kesenian di manapun.
Apa arti seni bagi kamu?
Seni adalah proses perekaman laku hidup.