Widi Asari
Widi Asari adalah seorang desainer busana asal Indonesia dengan gelar Master di bidang Teknik Tekstil dan Teknologi Pakaian. Ia fokus pada eksplorasi desain dengan bahan dan pendekatan fashion radikal yang melihat material tekstil sebagai elemen penting yang berkarakter. Saat ini, Widi mengerjakan pemanfaatan dan peningkatan nilai bahan sisa dalam produksi tekstil, serta memandang 'residu' dalam konteks sosial dan lingkungan. Ia sering bekerjasama dengan pekerja tekstil dan komunitas adat dan mendirikan “Beri Aku Waktu” sebagai ruang untuk eksplorasi fashion etis. Karya terbarunya termasuk pameran "In Good We Trash" di Bandung Creative Hub pada Februari 2022 dan pameran kolaborasi “Workwear” di Nieuwe Instituut pada Mei 2023 yang mengangkat isu kondisi pekerja dan hubungan antara pembuat dan konsumen pakaian.
Widi Asari menelusuri kisah kain tenun Maumere dan cerita personal tentang ‘kain mama,’ serta nilai budaya kain dalam konteks kota dan pasar. Dalam residensi Baku Konek, Widi mengembangkan motif tenun berdasarkan ingatan teman-teman KAHE dan berkolaborasi bersama penenun dari Watublapi, Mama Lin, serta mendokumentasikan “Jata Kapa,” nyanyian tentang teknik tenun, bersama Dixxxie. Untuk mengukur tanggapan warga terhadap pergeseran tradisi tenun, motif-motif yang mereka ciptakan pun dipresentasikan di pasar. Seluruh proses itu kemudian dituangkan dalam film dokumenter yang dikerjakan bersama Bernard Lazar dari Komunitas KAHE.
Siapa atau apa yang paling memengaruhi perjalanan seni kamu?
Pertanyaan dalam diri yg muncul atas situasi yang saya alami di lingkungan sekitar.
Bagaimana kamu menggambarkan identitas artistik kamu?
Site Spesific Respons and Radical Fashion Exercise as perspective
Menurut kamu, apa peran seni dalam masyarakat?
Peran seni dalam masyarakat, sama dengan peran masyarakat dalam seni.
Adakah tema-tema tertentu yang sering muncul dalam karya kamu? Mengapa tema tersebut penting?
Mengangkat isu seputar fashion/tekstil.
Bagaimana kamu melihat relasi antara seni dan komunitas?
Saling bekerja sama dan saling menguatkan satu sama lain.
Proyek seni paling menarik apa yang pernah kamu ikuti/ kerjakan? (Bisa dalam berbagai aspek: topik, tantangan, dampak, dll)
Penciptaan karya bersama seniman Afrika Selatan, Colombia mengenai konteks suara buruh dengan medium Care Label pada baju. Kolaborasi karya fashion bareng Serikat Buruh Militan (SEBUMI) dan Kain Kolaborasi dengan masyarakat adat Baduy.
Dampaknya mengubah cara pandang saya melihat gemerlap industri fashion. Bahwa pakaian telah menjadi simbol ekstraksi dan eksploitasi yang kuat. Fesyen yang dicita-citakan telah banyak meninggalkan kontaminasi, ketidakadilan, dan pemborosan. Gerak cita-cita masa kecil pun kini berbelok, dan kini saya ingin terus memaknai ulang Kain. Sebuah benda yang kita semua miliki dan berhubungan sehari-hari dengannya, sering kali dianggap remeh dan tidak penting oleh dunia, seperti pekerjaan sehari-hari yang biasa dilakukan perempuan untuk menjaga rumah, komunitas, dan masyarakat.
Apa motivasi kamu mengikuti program Baku Konek?
Melamar residensi di Baku Konek ini bukan sekadar langkah, tetapi sebuah episode kunci dalam perjalanan kreatif saya sebagai perancang busana yang dipenuhi inspirasi dari perjalanan ke sebuah tempat dan pertemuan dengan masyarakat lokalnya. Bagi saya, imajinasi yang dari pengalaman tubuh yang mengalami adalah inspirasi paling dekat dan jujur.
Sebagai seorang ibu yang berprofesi sebagai fashion desainer, program ini akan memberikan dimensi emosional dan kultural pada karya-karya busana saya. Imajinasi dalam dunia fashion bagi saya bukanlah sekadar pikiran yang mengawang tapi berdasarkan pengalaman tubuh yang nyata dari berbagai lokasi dan generasi.
Dengan demikian, melalui program Baku Konek ini, saya berharap mempunyai jawaban berikutnya atas pertanyaan: Bagaimana saya mengembangkan kesadaran diri yang lebih besar, dan bagaimana saya terlibat dengan orang lain dengan cara yang penuh kasih dan rendah hati yang masih menghormati diri saya sendiri dan memperbaiki diri sendiri sambil juga bermanfaat bagi mereka yang terlibat dan melibatkan diri bersama saya?
Isu atau tema apa yang menjadi fokus karya kamu di program Baku Konek ini? Mengapa tema tersebut menurut kamu penting?
Saya menelusuri cerita tentang kain tenun Maumere. Penelusuran itu kemudian menghantarnya pada cerita-cerita personal tentang 'kain mama', didikan mama terhadap anak-anak laki-laki di Maumere, hingga cerita-cerita kolektif tentang nilai kain dalam budaya, kota, serta tegangan antara laku perawatan yang dilakukan mama-mama penenun dengan kerja profesional yang erat hubungannya dengan pasar. Dalam residensi Baku Konek, saya mempelajari dan mengembangkan motif berdasar pada ingatan teman-teman KAHE tentang didikan mama di masa kecil. Motif-motif itu ditenun menjadi kain, berkolaborasi dengan Mama Lin, penenun dari Watublapi. Bersama Dixxxie, saya mendokumentasikan _Jata Kapa_ nyanyian yang menyimpan pengetahuan tentang tata cara bertenun dalam beberapa bentuk musik.
Motif yang diciptakan saya juga diperlihatkan kepada penenun atau penjual kain di pasar-pasar. Ini adalah bagian dari eksperimentasi sosial kecil untuk mengukur cara warga melihat bagaimana motif-motif bertumbuh. Ada tegangan antara cara pandang dan bersikap terhadap tradisi tenun yang sakral dengan perspektif yang lebih terbuka bahwa tenun adalah bagian dari kebudayaan yang selalu bergerak dinamis.
Seluruh proses riset awal preliminary research yang dilakukan Widi akan dijadikan sebuah film dokumenter yang dikerjakan bersama dengan Bernard Lazar.
Apa harapan kamu dengan mengikuti program Baku Konek ini?
Bisa terkoneksi dengan hal-hal baru yang dapat memperkaya perspektif saya sebagai ibu yang juga berprofesi sebagai fashion designer.
Apakah ada tantangan pribadi yang dirasakan selama menjalani residensi?
Selama residensi di Maumere, aku sempat mengalami pemolakan dari sanggar-sanggar tenun di sana. Mulai dari dilarang memfoto, hingga berbicara dan berinteraksi dengan para penenun. Suasananya terasa komersil dan kaku, tanpa jiwa budaya yang hidup. Aku sempat kecewa berat saat melihat perlakuan mereka terhadap wisatawan asing berbeda 180 derajat.
Awalnya mereka beralasan karena ini masalah birokrasi, namun akhirnya aku tahu bahwa sikap dingin dan penolakan dari sanggar-sanggar tersebut merupakan bentuk trauma dan kekecewaan mereka terhadap pengalaman buruk di masa lalu. Motif tenun mereka pernah dijiplak tanpa adanya pengakuan yang adil atas usaha dan trayektori kreatif mereka. Itu sebabnya mereka menjadi sangat protektif terhadap pengetahuan dan karya ciptanya.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa di negara ini tidak ada cukup ruang aman bagi pekerja kreatif untuk berbagi pengetahuan tanpa merasa takut dieksploitasi. Mungkin sudah saatnya kita memiliki sebuah platform yang tidak cuma melindungi hak kreatif dan menghormati trajektori karya, namun juga dapat menciptakan kerangka kolaborasi yang lebih adil dan saling menguntungkan bagi para kreator.
Apakah ada proyek, teknik, atau media seni baru yang ingin kamu eksplorasi saat program residensi ini?
Kain Tenun, Sejarah Kota, dan Pesta
Adakah proyek seni, ambisi, atau pencapaian jangka panjang yang ingin kamu raih?
Mengangkat narasi yang sering dianggap remeh khususnya yang berkaitan dengan fashion/tekstil dan ruang domestik.
Apa arti seni bagi kamu?
Seni adalah media bertumbuh.