Tepian Kolektif
Eka Wahyuni dan Azwar Ahmad adalah anggota Tepian Kolektif, kolektif yang berfokus pada pengarsipan seni dan budaya Kabupaten Berau, Kalimantan Timur dengan pendekatan multidisiplin. Pameran terbaru mereka termasuk "Maladdup: Mini Serial Dokumenter" dari residensi Bacarita 2023 di Makassar, dan "Si Lus dan Buaya Pundung: Pertunjukan Tari dan Dongeng untuk Anak" dari residensi Gulali Festival Online 2023 di Yogyakarta. Mereka juga berpartisipasi dalam "Gaung Gemulai: Merayakan Rehat" pada Pekan Kebudayaan Nasional 2023 di Bandung serta beberapa workshop internasional dan residensi. Bersama Tepian Kolektif, Eka dan Azwar mereproduksi pengetahuan lokal melalui pendekatan multidisiplin yang intuitif dan reflektif, serta berfungsi sebagai media pertukaran perspektif dalam setiap karya mereka.
Eka dan Azwar melakukan perjalanan dari Berau ke Palu untuk bertemu dan mempertukarkan konteks hunian warga yang dibayangi kerentanan. Perjalanan ini lalu diterjemahkan melalui serangkaian proyek seni site-spesific Spotless Future bersama para kolaborator danForum Sudutpandang. Spotless Future juga taktik untuk saling memandang, mengalami, memikirkan ulang dan mencari cara-cara baru dalam meretas kerentanan atas diri dan wilayah yang dihuni.
Apa yang membuat kamu pertama kali tertarik dengan dunia seni rupa?
Mediumnya dalam mengurai gagasan. Biasanya saya bekerja dengan tubuh, namun ketika melakukan pendekatan dalam bingkai seni rupa lalu memperluas pandangan saya dalam mencipta karya. Seperti di antaranya dalam melihat ruang, dimensi, tekstur.
Siapa atau apa yang paling memengaruhi perjalanan seni kamu?
Pertemuan. Rasa-rasanya tanpa pertemuan, saya tidak bisa bertumbuh. Karena dengan pertemuan, ada yang bisa dipertukarkan. Baik pengalaman, perspektif hingga hal yang paling tak kasat mata sekalipun - energi.
Bagaimana kamu menggambarkan identitas artistik kamu?
Artistik saya selalu bergulat dengan koreografi tubuh, di mana tubuh saya lihat sebagai material dan immaterial yang setara. Juga bagaimana material fisik sekelilingnya turut mempengaruhi tubuh. Partisipatoris juga menjadi pilihan artistik saya dengan menggunakan berbagai macam pendekatan dan medium sebagai media untuk bertukar pandang, artefak spiritual, penelitian arsip dan pembacaan multi-layer.
Menurut kamu, apa peran seni dalam masyarakat?
Seni dapat membangkitkan kesadaran yang paling subtil. Masyarakat selalu menjadi kontestasi pihak-pihak tertentu sehingga posisinya menjadi rawan. Karena berada dalam posisi di antara ini, kesadarannya kadang dinihilkan dan disinilah seni berperan.
Adakah tema-tema tertentu yang sering muncul dalam karya kamu? Mengapa tema tersebut penting?
Tema politik tubuh, terutama kaitannya dengan liyan, modernisme/modernitas, dan mitos. Tema ini berangkat dari pengalaman personal saya sebagai manusia yang merasa dikoreografi oleh pihak-pihak tertentu untuk menjadi asing dengan tubuh dan diri saya sendiri melalui media-media yang dibuat oleh mereka yang akhirnya juga berdampak pada bagaimana kesadaran saya akan sekitar. Memunculkan tema-tema tersebut juga sebagai pengingat saya untuk terus berkesadaran dan mengada. Untuk terus terhubung dengan diri saya sendiri dan akhirnya juga beresonansi dengan keterhubungan saya akan sekitar.
Bagaimana kamu melihat relasi antara seni dan komunitas?
Bagi saya komunitas dapat menjadi penghubung seni dengan konteks dan juga dengan masyarakat. Komunitas juga dapat menghidup seni di tengah masyarakat.
Proyek seni paling menarik apa yang pernah kamu ikuti/ kerjakan? (Bisa dalam berbagai aspek: topik, tantangan, dampak, dll)
Semua proyek yang saya ikuti, punya sisi menariknya masing-masing sehingga saya tidak bisa memilih yang paling. Kesemuanya memberikan saya ruang untuk berefleksi akan praktik yang saya pilih, sebagai seniman tari. Kesemuanya mengajarkan saya untuk memahami lebih luas lagi akan arti kata koreografi. Dan akhirnya membawa saya pada keluasan, keluwesan dan pada kemungkinan - pada wilayah estetika. Dan yang terpenting, kesemua proyek seni yang saya alami semakin membantu menyadarkan saya dalam proses mengada (being) sebagai manusia.
Apa motivasi kamu mengikuti program Baku Konek?
Untuk terhubung, bertemu dan mengalami pertukaran dengan komunitas dan konteks lokalnya.
Isu atau tema apa yang menjadi fokus karya kamu di program Baku Konek ini? Mengapa tema tersebut menurut kamu penting?
Isu warga tambang yang tinggal di wilayah pertambangan. Isu ini penting, karena saya juga adalah warga yang juga tinggal di daerah pertambangan yang mengalami efek atasnya.
Apa harapan kamu dengan mengikuti program Baku Konek ini?
Ada pertemuan dan pertukaran yang berkelanjutan. Dari pengalaman saya di seni tari, acuan seorang seniman selalu dikaitkan dengan residensi, di luar negeri. Namun masih jarang sekali residensi-residensi yang dilakukan di antar daerah. Menurut saya penting untuk saling mengunjungi dan dikunjungi, karena akhirnya saya menjadi lebih mengenal dan lebih paham tentang Indonesia dan keindonesiaan. Dan akhirnya bisa memperluas perspektif tentang kelokalan dan segala kekompleksannya serta ekosistem seni di Indonesia. Dan terkait dengan isu yang saya fokuskan, saya berharap bisa mengenal (dan semoga juga dengan waktu yang tersedia bisa memahami) kondisi fisik dan psikis Palu dan warganya yang hidup berdampingan dengan pertambangan dan dihadapkan dengan kerentanan akan bencana.
Apakah ada proyek, teknik, atau media seni baru yang ingin kamu eksplorasi saat program residensi ini?
Karena waktu yang terbatas, kami - yang juga dipantik oleh teman ngobrol - memikirkan teknik (pendekatan) apa yang dirasa pas dengan jangka waktu yang disediakan oleh bakukonek. Kami pun memutuskan untuk menawarkan metode speculative future. Ini adalah teknik yang kami akhirnya eksplorasi selama residensi untuk melihat bagaimana konsep diri dan hunian warga tambang. Juga, kami ingin bereksperimentasi bagaimaan konsep site specific yang biasa digunakan di dalam seni pertunjukan, juga kami terapkan di seni rupa. Kami memilih site specific karena sejalan dengan tawaran gagasan kami tentang warga dan huniannya. Saya juga menawarkan pengalaman ketubuhan dan sensori serta koreografinya ke pengunjung pameran dengan bermodalkan disiplin saya yang seorang koreografer.
Apakah ada tantangan pribadi yang dirasakan selama menjalani residensi?
Ini adalah pengalaman residensi pertama saya dengan kondisi membawa balita berusia satu tahun. Awalnya saya yakin bahwa saya bisa melewati proses ini. Namun, karena isu yang kami jelajahi adalah isu pertambangan, dan ketika berada di lokasi, kondisinya kurang memungkinkan untuk anak saya. Akhirnya kami memutuskan untuk mengambil cara memecah jalur pembacaan. Azwar fokus di lokus galian, dan saya fokus di lokus wilayah yang terdampak bencana dan akan bertemu di tengah untuk memperlebar perspektif kami akan tawaran gagasan awal kami seperti yang tertulis di proposal.
Adakah proyek seni, ambisi, atau pencapaian jangka panjang yang ingin kamu raih?
Saya berharap dapat memperluas koneksi, mengenal lebih jauh konteks Indonesia dan dunia selatan dan bisa mencipta dengan empati. Saya juga ingin mencipta tanpa terkendali satu arus tertentu dan mewujudkan gagasan-gagasan saya pada bentuk-bentuk yang tidak terbatas. Laiknya petani yang bisa dan berhak menentukan pola kerja dan perairannya sendiri, dan bukan menjadi buruh di ladangnya sendiri.
Apa arti seni bagi kamu?
Bagi saya, seni bisa menjadi bahasa ungkap seseorang akan sesuatu yang dialami dan dirasakan yang tidak bisa diungkapkan secara langsung (verbal); dan kemudian diolah sedemikian rupa (crafting) dengan salah satunya mengaktifkan seluruh inderanya (termasuk juga kesadarannya) agar mengada (being). Dengan tujuan bisa membangkitkan kesadaran yang paling subtil.