Faida Rachma

Faida Rachma
Daerah Asal
Wirobrajan, Yogyakarta
Kolaborator
Riwanua
Profil Seniman

Faida Rachma adalah seniman dan desainer grafis asal Yogyakarta yang berafiliasi dengan kolektif desain RAR Editions dan Mainmata Studio. Ia menggeluti seni rupa kontemporer dengan pendekatan multidimensional, menggabungkan desain grafis, seni performans, dan proyek kolaboratif. Karyanya telah dipamerkan dalam berbagai acara termasuk pameran "Tukar Guling" di ICFAM Jakarta, "Detour/Jalan Memutar" di Cemeti Institute for Art and Society Yogyakarta, "Calibration and Performativity" di Ace House Yogyakarta, dan "Jiwo-jiwo Ngendong" di Tanijiwo, Dieng. Selain itu, Faida juga terlibat dalam pameran seperti "Ephemera #2" di IVAA Yogyakarta dan "Pikat Pukat Asia" di Biennale Jogja XV, serta berpartisipasi dalam panel "Browsing Copy" di KHL Printing Singapore.

Non-linear Archives of Ephemeral Space (2024)
Dimensi bervariasi
Cetak saring (sablon), cetak digital, drawing dengan gouache, tinta

Proyek residensi ini mengeksplorasi konsep “singgah” di rumah Riwanua, yang berada di dalam kompleks perumahan dosen Universitas Hasanuddin. Proyek ini mengkaji bagaimana ruang bertransformasi sesuai kebutuhan penghuninya, dan bagaimana perubahan tersebut bisa menjadi sarana untuk berbagi ruang dan bertahan hidup. Dalam konteks modern, rumah ini berkaitan dengan kepemilikan dan hak guna, menciptakan situasi “sementara” yang mengabaikan ikatan emosional. Non-linear Archives of Ephemeral Space mencakup empat karya: poster acara dari aktivitas di rumah ini, dan denah ruang-ruang dari perspektif para pengguna rumah tersebut.

Apa yang membuat kamu pertama kali tertarik dengan dunia seni rupa?

Sejak kecil, saya telah memiliki ketertarikan pada ragam bentuk karya visual, terutama fashion design, ilustrasi dan manga. Saya mulai melihat dan terlibat di skena seni rupa ketika bekerja paruh waktu di salah satu galeri kecil di Kota Yogyakarta. Namun, pameran Memoar Tanah Runcuk (Timoteus Anggawan Kusno) dan pameran Tanah Impian (Antariksa dan Krack) merupakan pameran yang membuat saya tertarik untuk mencoba membuat karya.

Siapa atau apa yang paling memengaruhi perjalanan seni kamu?

Pameran-pameran yang saya datangi, workshop dan residensi yang saya ikuti, kuliah pascasarjana yang saat ini tengah saya lakukan, dan anime-anime yang saya tonton.

Bagaimana kamu menggambarkan identitas artistik kamu?

Responsif dan sesuai kebutuhan. Responsif dalam arti saya jarang melakukan inisiatif projek secara mandiri. Namun, saya memiliki cukup kemampuan observasi dan mengumpulkan informasi. Dari kedua hal tersebut biasanya saya kemudian memutuskan hal apa yang paling menarik minat saya dan paling mungkin dieksekusi untuk menjadi karya. Untuk itu program residensi semacam Baku Konek ini saya rasa paling cocok dengan cara saya memproduksi karya. Sesuai kebutuhan dalam arti tidak terikat bentuk/media tertentu dalam menggarap karya.

Menurut kamu, apa peran seni dalam masyarakat?

Bagi saya seni berperan sebagai upaya produksi pengetahuan untuk dapat disampaikan ke publik yang lebih luas dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.

Adakah tema-tema tertentu yang sering muncul dalam karya kamu? Mengapa tema tersebut penting?

Sejauh ini, ketertarikan dan produksi karya yang saya lakukan tak jauh dari kerja-kerja pengarsipan dan pembacaan arsip. Terutama yang berkaitan dengan politik representasi dalam pembentukan sebuah arsip itu sendiri. Apa dan mengapa sebuah arsip itu diperlukan, bagaimana relasi arsip dengan pengarsipnya, serta wacana seperti apa yang bekerja di dalam sebuah arsip. Selain itu, mengidentifikasi dan melakukan pembacaan atas relasi kuasa yang bekerja pada ruang-ruang hidup juga menjadi hal yang menjadi minat saya dalam beberapa tahun belakangan.

Bagaimana kamu melihat relasi antara seni dan komunitas?

Bagi saya, seni tidak terlalu berfungsi ketika hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri. Bahkan ketika saya melakukan praktik kesenian untuk bersenang-senang separti sekarang. Saya juga tidak akan banyak berkembang baik secara teknik maupun pemikiran jika tidak bercakap dan bekerja dengan orang-orang lain di komunitas apapun itu.

Proyek seni paling menarik apa yang pernah kamu ikuti/ kerjakan? (Bisa dalam berbagai aspek: topik, tantangan, dampak, dll)

Sejauh ini proyek dari residensi yang saya lakukan pada residensi seni di Tanijiwo, Dieng masih menjadi proyek paling menarik yang saya kerjakan. Pada karya “Restless Bodies, Restless People”, saya berangkat dari arsip buklet Profil Potensi Pembangunan dan Peluang Investasi Sektor Pariwisata yang dibuat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Tengah di tahun 2019. Dalam karya ini, arsip tersebut digunakan untuk membaca proyeksi pemerintah daerah terkait penggunaan tanah eks pabrik jamur PT Dieng Jaya sebagai ruang produksi baru yang nantinya akan digunakan untuk memfasilitasi tren pola kerja anak muda perkotaan (workcation) dalam kerangka industri pariwisata.

Apa motivasi kamu mengikuti program Baku Konek?

Penjelajahan atas bentuk dan pembacaan arsip selalu menjadi target utama saya dalam melakukan proses berkesenian. Kerja-kerja seputar arsip bagi saya juga merupakan kerja-kerja yang sangat personal dan melankolis, namun juga diskursif dan performatif. Sehingga mempelajari cara orang lain melakukan kerja-kerja tersebut selalu menjadi hal yang menarik dan menyenangkan untuk dipelajari. Untuk itu saya memilih Riwanua sebagai kolaborator yang saya harapkan untuk dapat berbagi pengalaman selama masa residensi. Selain itu, saya ingin mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk dapat melakukan pembacaan atas arsip yang site-specific dan terutama, bersifat vernakular.

Isu atau tema apa yang menjadi fokus karya kamu di program Baku Konek ini? Mengapa tema tersebut menurut kamu penting?

Eksplorasi bentuk dan pembacaan atas arsip. Dalam residensi kali ini, kembali saya memilih perihal relasi kuasa yang bekerja dalam sebuah ruang hidup.

Apa harapan kamu dengan mengikuti program Baku Konek ini?

Selama 35 hari saya berada di Kota Makassar, saya bertemu dengan banyak orang baik, yang dengan mereka saya harapkan dapat membangun relasi pertemanan dan kerja dalam waktu yang panjang. Selain itu, saya juga mencatat beberapa fenomena sosial di Kota Makassar yang ingin saya pelajari lebih lanjut. Hanya saja, kompleksitas isu terkait tidak memungkinkan untuk dikerjakan pada program Baku Konek yang singkat ini. Semoga saya bisa kembali untuk mempelajari dan mengerjakan proyek tersebut di lain waktu.

Apakah ada proyek, teknik, atau media seni baru yang ingin kamu eksplorasi saat program residensi ini?

Secara konsep, eksplorasi bentuk arsip telah sedikit saya lakukan saat residensi kali ini. Yakni perihal arsip cetak dan aturan pertanahan, serta relasi kuasa yang bekerja di dalamnya. Saya mencoba untuk memasukkan humor dan permainan dalam merespon situasi terkait dinamika ruang hidup yang intim dan kepemilikan ruang tersebut (dalam konteks ini, rumah dinas dosen yang saat ini digunakan oleh Riwanua)

Terkait medium, awalnya, saya ingin mencoba teknik cetak Riso untuk produksi poster pada salah satu karya saya, namun sebagai bentuk pembacaan arsip, cetak riso tidak terlalu relevan untuk digunakan, mengingat di Kota Makassar sendiri tidak ada tempat yang menyediakan jasa cetak riso. Untuk itu, saya ingin mencoba teknik sablon sebagai teknik produksi karya.

Apakah ada tantangan pribadi yang dirasakan selama menjalani residensi?

Karena jarang berpameran dan memproduksi karya rupa, saya terutama ingin mempelajari cara menata dan memajang karya dengan baik.

Adakah proyek seni, ambisi, atau pencapaian jangka panjang yang ingin kamu raih?

Sejauh kemampuan saya dapat membantu atau bermanfaat untuk orang lain, apapun tidak masalah. Bagi saya itu sendiri sudah merupakan capaian. Bertemu, bekerja dan mengupayakan hal-hal bersama orang-orang yang saya hormati selama ini juga menjadi hal yang ingin terus saya lakukan.

Apa arti seni bagi kamu?

Proses produksi dan presentasi pengetahuan, dengan cara yang sebisa mungkin paling relevan untuk dilakukan. Juga sebagai sarana bagi diri sendiri dan orang lain untuk mengupayakan kemerdekaan berpikir.